SAMPIT – Persidangan kasus pengrusakan hutan dengan terdakwa M Abdul Fatah warga di Desa Ayawan Kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Sampit, baik untuk sidang perdata maupun pidana.
Dimana hari ini Jumat 15 Januari 2021 merupakan sidang pidana dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum.
Adapun saksi yang dihadirkan berjumlah 3 orang yakni Agus Efendi, Suwardi, Wansuseno dan disusul pada persidangan selanjutnya nanti 3 orang lagi. Saksi tersebut memberikan keterangan untuk memperkuat penangkapan dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangkaraya,
Dari kesaksian Agus Efendi mengatakan, saat itu pihaknua sedang ada operasi pengamanan di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan, dimana dirinya selaku polisi kehutanan.
“Waktu itu tanggal 17 september 2020 tim menemukan adanya alat berat yang ada di km 31 Jalan Sarpatim, Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan,” sebutnya, Jumat 15 Januari 2021.
Lanjutnya, setelah itu pihaknya melakukan pemeriksaan lalu bertemu Abdul Fatah, dan ditanyakan itu milik siapa. Abdul Fatah mengatakan areal itu miliknya, dan alat berat milik pak Maman yang di kontrak untuk membuka lahan.
“Tim mengambil beberapa titik koordinat langsung pada hari itu juga dan dikirim ke pimpinan, untuk diperiksa di Balai Pemantapan Kawasan Hutan disingkat BPKH. Ternyata setelah diperiksa lahan itu termasuk kawasan hutan produksi,” ujarnya.
Sehingga sebutnya, berdasarkan aturan itu di larang, setiap orang membawa alat berat harus melalui izin pejabat yang berwenang. Akhirnya pihaknya mengamankan Abdul Fatah yang kini menjadi terdakwa dalam persidangan.
“12 hektare yang digarap terdakwa itu semuanya masuk hutan produksi, dan semuanya sudah dibersihkan menggunakan alat berat oleh terdakwa. Luasan hutan produksi totalnya saya tidak tahu, saya tahu itu hutan produksi dari hasil pemeriksaan yang dikirim pimpinan,” bebernya.
Saat itu pihaknya mengatakam turut menyita eksavator, bonggol sawit yang sudah se ijin terdakwa dan kunci eksavator. Namun demikian, menurut kuasa hukum M Abdul Fatah yakni Rendha Ardiansyah, diketahui pengambilan titik koordinat tersebur dilakukan beberapa hari setelah tim datang ke lokasi. “Jadi tidak langsung pada hari itu juga,” tegasnya.
Bahkan terdakwa Abdul Fatah turut menyatakan keberatan dihadapan majelis hakim pengadilan negeri Sampit yang diketuai oleh Ike Liduri. Dimana menurutnya saat penyitaan bonggol sawit tidak ada ijin.
“Bahkan di dalam mobil yang saat itu membawa saya tidak ada bonggol sawit yang disita tersebut saya lihat,” ungkap Fatah. Lebih lanjut ujarnya, saat penyitaan turut disita surat jual beli tanah yang asli. Akan tetapi saksi tadi menyebutkan tidak ada menyita berkas apapun.
“Dan juga saksi tadi menyebutkan tidak menerima laporan apapun sebelum penangkapan, namun saat pra peradilan keterangan saksi yang sama mengatakan menerima laporan sebelumnya,” demikiannya.
Diketahui pula, penyitaan eksavator saat itu tidak mengantongi izin dari kepala desa setempat. Sehingga saat sidang pra peradilam penyitaan eksavator dinyatakan tidak sesuai prosedur.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post