SAMPIT – Kasus pembunuhan Nur Fitri dengan tersangka Binge Join Tjin alias Acin terus berlanjut. Setelah mengajukan praperadilan, pengacara Acin kembali mempertanyakan bukti baru dari kasus tersebut.
Dimana hari ini sidang praperadilan masih berlangsung dengan agenda pengajuan reflik. Pihaknya mempertanyakan mengapa kasus itu baru penetapan tersangka setelah tiga tahun lamanya.
“Ini sudah sangat lama mengapa baru penetapan tersangaka, apakah ada bukti baru,” ucap salah satu kuasa hukum tersangka, Prof. Dr Frans Sisu Wuwur, dalam sidang, Selasa 29 Desember 2020.
Dihadapan hakim tunggal Doni Prianto dan kuasa dari Polres Kotim selaku termohon disebutkannya, penangkapan tersangka yang baru dilakukan pada 8 Oktober 2020, pasca kematian korban Nur Fitri, 14 Oktober 2017, selama tiga tahun silam BAP telah selesai dan telah diperiksa secara patut dan layak secara forensik dan bukti- bukti lain yang mendukung telah lengkap.
“Pemohon mempertanyakan mengapa baru ditangkap tahun 2020 apakah ada bukti baru dari termohon atau masih tetap pada BAP sebagai saksi yang telah diduga sebagai pelaku kejahatan atas korban Nur Fitri. Oleh sebab itu pemohon tetap mencurigai ada apa di balik kasus pembunuhan ini?,” tegasnya.
Lebih lanjut ujarnya, pemohon baru ditangkap setelah tiga tahun lamanya. Itulah yang sampai saat ini masih menjadi misteri dan menjadi pertanyaan bagi publik akan pembunuh/pelaku yang sebenarnya. Apakah benar pemohon itu sebagai pembunuh ataukah masih diduga, mohon pertimbangan majelis hakim yang mulia dalam memeriksa perkara praperadilan ini.
Di sisi lain, mereka juga menyebut tindakan termohon merupakan sewenang-wenang, seakan-akan urusan tugas dan perintah penangkapan merupakan harga mati terhadap permohonan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
“Sehingga jawaban dari termohon tidak tersirat secara arif dan bijaksana tentang prosedur penangkapan sesuai KUHAP,” beber kuasa hukum Acin.
Pemohon juga meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan jawaban termohon tentang peristiwa hukum sebagai fakta hukum khususnya dalam penangkapan diri pemohon.
Mereka juga menegaskan bahwa praperadilan sudah tepat dan benar. Pemohon secara tegas menolak seluruh dalil-dalil Termohon, baik dalam Eksepsi maupun dalam jawaban tertanggal 28 Desember 2020, terkecuali hal-hal yang secara tegas dan terperinci serta tidak merugikan kepentingan hukum Pemohon diakui, dibenarkan dan tidak bertentangan dengan uraian Replik berikut.
Apa yang diuraikan oleh termohon yang mengatakan sangat rancu dan tidak jelas, hal inilah yang merupakan suatu argumentasi hukum yang tidak dapat dibenarkan oleh hukum dengan mencoba kembali meruntuhkan wewenang Praperadilan yang di atur oleh KUHAP terkait hak – hak Pemohon khususnya yang tersirat sebagaimana yang diamanatkan KUHAP.
Ditambahkan kuasa hukum lainnya, Videlis M menyebutkan, jawaban termohon juga sebagian ada yang menutup rapat ruang hak asasi pemohon yang dijamin oleh KUHAP yang mana meminta pemohon untuk menjalankan sarana hukum yang Absurd untuk melapor kepada Propam maupun kode etik Profesi Polri yang tidak ada hubungan hukum antara etika profesi penegak hukum dengan hak asasi pemohon
Menurutnya, disinilah letak interpretasi yang tidak mendasar dan mengaburkan permohonan Praperadilan Pemohon, bahkan mengarahkan Pemohon untuk menjalankan sarana yang telah Pemohon uraikan dalam dalil Permohonan
Apa yang didalilkan termohon sangat tidak komitmen dan tidak konsisten dalam menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, yang mengatakan Pemohon dalam menguraikan permohonan Praperadilan tidak jelas; karena tidak menyangkut materi perkara pokok.
Pemohon pada permohonannya tidak pernah menyimpang dari Pasal 1 Angka 10 dan Pasal 77 KUHAP, namun faktanya, Termohon membenarkan kembali apa yang menjadi tujuan permohonan ini, sehingga dinilai jawaban termohon sama sekali tidak menyentuh dan tidak kena sasaran sebagaimana apa yang didalilkan pemohon dalam permohonan praperadilan dan terlalu melenceng jauh dari apa tang dimaksudkan pemohon.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post