KUALA PEMBUANG – Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja per tanggal 5 Oktober 2020 lalu menuai pro dan kontra di kalangan buruh maupun investor, karena dinilai tidak menghormati hak pekerja dan akan berdampak buruk bagi perkembangan investasi daerah.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Seruyan, Budi Rahman mengutarakan, kendala yang dihadapi pekerja Perusahaan Besar Swasta (PBS) khususnya di Kabupaten Seruyan ialah Hari Kerja (HK) yang dipersingkat, sehingga menyebabkan upah yang diperoleh oleh pekerja sangat sedikit.
“PBS di Kabupaten Seruyan yang berbasis kelapa sawit membuat yang namanya Karyawan Harian Lepas (KHL) dan Karyawan Harian Tetap (KHT). Kedua kelas karyawan ini memiliki HK yang berbeda. KHL hanya bekerja sampai hari Kamis, sementara KHT bekerja hingga hari Sabtu. Di sinilah banyak karyawan mengeluh terkait upah,” kata Budi, Rabu 7 Oktober 2020.
Dengan adanya UU Ciptaker ini, tambahnya, hanya akan membuat target Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seruyan untuk menekan angka pengangguran di daerah itu terhambat. Pasalnya, bakal pekerja yang hendak melamar di PBS akan berpikir panjang.
“Hingga saat ini angka pengangguran di Kabupaten Seruyan mencapai 5,5 persen. Target Pemkab Seruyan tahun depan harus ada penurunan angka pengangguran ini minimal satu persen. Dengan adanya UU Ciptaker ini, tentu saja akan menghambat upaya kami,” tukasnya.
Sementara dampak lainnya, menurutnya, ialah para investor akan mengurungkan niat mereka ketika hendak berinvestasi karena tidak ada pekerja yang mau terlibat di dalamnya. Dengan ini otomatis perkembangan ekonomi akan terhambat atau bahkan tidak bisa berkembang.
“Pemerintah Pusat harusnya mempertimbangkan matang-matang UU Ciptaker ini sebelum memutuskan. Kesulitannya tentu akan dirasakan oleh Pemkab,” tutupnya.
(zen/matakalteng.com)
Discussion about this post