SAMPIT – Pengawasan terhadap Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari produk UMOT yang tidak memenuhi ketentuan serta untuk meningkatkan daya saing produk UMOT sebagai obat tradisional asli Indonesia.
“Lokasi UMOT yang berada di kabupaten dan di pelosok saat ini masih belum optimal dijangkau oleh petugas Badan POM, sehingga diperlukan koordinasi terkait pengawasan kepada pemerintah daerah,” kata Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur, Abdurahman, Rabu 7 Desember 2022.
Lanjutnya, untuk itu pihaknya melaksanakan Bimtek yang diikuti peserta pertemuan sebanyak 15 orang yang berasal dari 10 orang pelaku usaha UMOT dan 5 orang Tenaga Teknis Kefarmasian.
“Kegiatan ini bertujuan mendapatkan data UMOT dan 10 Start Up (calon UMOT) yang valid, mendapat 1 UMOT yang memiliki izin sarana, serta meningkatkan pemahaman tenaga kefarmasian pada UMOT terhadap standar, persyaratan dan ketentuan peraturan terkait pengelolaan Obat Tradisional,” jelasnya.
Secara umum ujarnya, pengawasan sediaan farmasi khususnya obat dan bahan obat di peredaran melibatkan sarana produksi, sarana distribusi dan sarana pelayanan kefarmasian. “Dimana pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh Badan POM selaku regulator, tetapi juga oleh stake holder dan masyarakat,” ucapnya:
Berbeda kata Abdurahman, dengan sarana produksi dan sarana distribusi, pengawasan sarana pelayanan kefarmasian tidak dilengkapi dengan bisnis proses penilaian sarana yang salah satunya dilakukan melalui proses sertifikasi, seperti sertifikasi CPOB pada sarana produksi dan sertifikasi CDOB pada sarana distribusi.
“Hal ini berdampak pada munculnya risiko gap pada pemenuhan persyaratan khususnya terkait pengelolaan sediaan farmasi,” tegasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post