SAMPIT – Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menjadi salah satu daerah tertinggi kasus pernikahan dini. Bahkan daerah tersebut menduduki peringkat dua tingkat nasional. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki.
“Berdasarkan referensi yang kami peroleh, Kotim peringkat dua pernikahan dini tingkat nasional,” kata Kepala Pengadilan Agama Sampit, Selasa 2 Agustus 2033.
Sehingga harus ada langkah yang dilakukan baik dari pihaknya dan Pemerintah Daerah agar pernikahan dini dapat ditekan. Seperti harus ada syarat yang cukup jelas sehingga pernikahan dini tidak mudah dilakukan.
Disebutnya, pernikahan dini atau dispensasi kawin dalam bahasa mereka di Kotim per Juli ini telah ada 60 perkara. Dan itu diperkirakan akan mengalami peningkatan lagi hingga akhir 2022 nanti.
“Ini masih Juli saja sudah ada 60 perkara. Sepertinya perkara dispensasi kawin tahun ini lebih tinggi dari tahun 2021 tercatat 90 perkara,” sebutnya.
Selain faktor karena hamil diluar nikah, faktor lainnya adalah pendidikan seseorang yang rendah. Umumnya mereka yang melakukan pernikahan dini hanya tamat SD, SLTP, atau SLTA. Wanita yang memiliki pendidikan dasar kemungkinan lebih kecil menikah pada usia remaja dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki pendidikan dasar.
Dampak dari pernikahan dini ini terhadap kesehatan baik pada sang ibu maupun anaknya kelak. Karena pada usia dibawah 20 tahun rahim wanita belum siap berproduksi akibatnya persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan berdampak stunting.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana(DPPPAPPKB) Kotim tercatat ada sebanyak 25.604 ibu di Kotim yang pendidikannya di bawah Sekolah Tingkat Menengah Pertama (SMP).
“Dan rendahnya pendidikan ibu itu masuk katagori berisiko stunting pada anaknya. Itu berdasarkan pendataan keluarga tahun 2021 (PK 21),” ungkap Kepala DPPPAPPKB Kotim Suparmadi saat melakukan pemaparan rembuk stunting.
Oleh sebab itu, perlunya edukasi dan pemahaman kepada masyarakat terutama yang ada di pelosok. Bahaya pernikahan dini dan dampaknya bagi penerus atau generasi selanjutnya.
“Program sosialisasi sering kami lakukan agar masyarakat paham bahaya pernikahan dini. Sehingga harapannya orangtua berpikir ulang untuk menikahkan dini putra putrinya,” tutupnya.
(dev/matakalteng.com)
Discussion about this post