SAMPIT – Tingginya kasus stunting yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), salah satu penyebabnya adalah pernikahan dini.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPPAPPKB) melalui Kasi Bina Ketahanan Keluarga Dian Nadhirah mengatakan karena kurangnya kesiapan orang tua dalam menjalani bahtera rumah tangga yang akan berdampak pada kurangnya kesejahteraan dalam ekonomi dan pola hidup yang tidak sehat.
“Karena masih kecil menikah, dilihat dari segi kesehatan kurang baik ditambah lagi perekonomian yang tidak stabil untuk memenuhi gizi,” katanya, Rabu 15 September 2021.
Lanjutnya, pernikahan dini di Kotim terbilang cukup tinggi yaitu menduduki peringkat lima di Kalimantan Tengah. Status itu disandang sejak tahun 2019 hingga saat ini.
Seperti Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Cempaga Hulu dan Cempaga. Di desa itu keluarga yang menikahkan anaknya dibawah umur telah menjadi kebiasaan. Karena keluarga tersebut bukan penduduk asli setempat. Pernikahan dini disebutkan dapat memicu terjadinya stunting
“Seperti yang saya lihat di lapangan rata-rata wilayah yang memiliki tingkat pernikahan cukup tinggi yaitu wilayah yang etnisnya cukup kuat, itu salah satu faktornya,” jelasnya.
Sementara Plt Kepala Dinas Kesehatan Kotim Umar Kaderi Melalui Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Khusnul mengatakan jumlah kasus stunting di Kotim telah terjadi penurunan kasus. Dimana pada tahun 2020 dari jumlah balita yang tercatat
12.727, yang dinyatakan terjadi pertumbuhan pendek 3.499 atau sekitaran 27 persen. Sedangkan tahun 2021 akhir Agustus tercatat bayi yang mengalami pertumbuhan pendek sebanyak 3.203 dari jumlah balita 14.035
“Untuk tahun 2021 ada sekitar 23 persen. Dan angka ini bisa kapan saja berubah jika terdapat kasus lagi di Puskesmas,” sebutnya.
Sementara wilayah yang cukup tinggi terdapat kasus stunting adalah Kecamatan Teluk Sampit dimana pada tahun 2020 ada 45 persen, sementara pada tahun 2021 ini turun menjadi 28 persen. Kecamatan Mentaya Hilir Utara dari 40 persen menjadi 37 persen. Pulau Hanaut dari kasus 38 persen menjadi 34 persen. Cempaga Hulu dari 27 persen turun menjadi 16 persen. Sementara Kecamatan Cempaga semula 23 persen kasus stunting terjadi kenaikan menjadi 25 persen.
“Kalau berdasarkan data kami rata-rata di tahun 2021 ini menag kami penurunan, hanya satu wilayah saja yang terjadi kenaikan yaitu Kecamatan Cempaga,” ungkapnya.
Saat ini pemerintah daerah setempat juga telah menambah lokus stunting dari semula 10 lokus bertambah 19 lokus, menjadi 29 lokus yang menjadi perhatian pihaknya dalam penanganan stunting.
(dev/matakalteng.com)
Discussion about this post