SAMPIT – Wakil Ketua Satuan Tugas Satgas Covid-19 Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) AKBP Abdoel Harris Jakin mengatakan, berkaitan perkembangan situasi Covid-19 di Kotim saat ini banyak isu bertebaran di kalangan masyarakat.
Terlebih lagi pihaknya menyampaikan terfokus kasus meninggalnya dr Febby Yudha Herlambang saat beliau berjuang melawan Covid-19.
“Sudah banyak bermunculan isu bahwa yang bersangkutan meninggal karena obesitas, sehingga hal ini perlu diluruskan dan perlu diberikan pemahaman. Untuk menghindari ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah terutama yang menangani kasus Covid-19,” ujarnya, Senin 30 November 2020.
Sehingga jika itu terjadi maka penanganan Covid-19 akan lebih sulit lagi untuk memutus mata rantainya.
Kemudian, dr Faisal Novendra Cahyanto selaku Bidang Pencegahan Satgas Covid-19 Kotim mengatakan, dr Yudha merupakan pasien ke 520, dan meninggal dunia pada tanggal 25 November 2020.
“Terhadap almarhum saat itu dilakukan pemeriksaan PCR pada tanggal 16 November 2020 di rumah sakit dr Murjani Sampit dan hasilnya positif, kemudian dirawat oleh tim dokter mulai tanggal 17 November 2020,” ungkapnya.
Atas inisiatif keluarga, almarhum dirujuk Rumah Sakit Polri Jakarta pada tanggal 23 November 2020. Sampai di rumah sakit dilakukan perawatan, dan dilakukan swab lagi pada tanggal 25 November 2020 hasilnya negatif.
“Setelah 9 hari dari pemeriksaan pertama, dimana 9 hari ini memang sudah cukup untuk sembuh dan menjadi hasil swab negatif. Bahkan ada yang dalam kurun waktu 7 hari dari pemeriksaan pertama sudah negatif. Banyak kasus serupa yang terjadi,” ujarnya.
Selanjutnya, Dr Efrene selaku penanggung jawab pasien mengatakan, pihaknya harus melihat gejala dan hasil-hasil pemeriksaan pasien baru bisa disimpulkan apa penyakitnya.
“Demikian juga pada pasien Covid-19, ada pemeriksaan darah dan PCR. Sesuai dengan pedoman penanggulangan dan tata laksana penanganan Covid-19 ada dua rangkaian, yaitu diagnosa dan evaluasi,” terangnya.
Dimana di rumah sakit dr Murjani Sampit adalah diagnosa dan hasilnya postif Covid-19, diagnosa bisa dilakukan pada hari pertama dan kedua. Kemudian tahapan kedua yaitu evaluasi, dimana di rumah sakit Polri itu adalah evaluasi.
“Apapun hasilnya negatif atau positif pada evaluasi ini tidak menggugurkan hasil diagnosa pertama. Meski hasilnya sudah negatif, namun tetap bisa membuat seseorang melemah karena Ini bisa disebabkan adanya infeksi berat,” ungkapnya.
sementara itu, Ketua IDI dan pemeriksaan Laboratorium PCR RSUD dr Murjani Sampit, dr Ikhwan mengungkapkan, tim gugus tugas Covid-19 berkomitmen tidak membedakan pengobatan yang diberikan kepada semua pasien, baik itu pejabat atau bukan, selalu diberikan pelayanan terbaik.
“Kami berjuang karena ibadah, semua terapi diberikan yang terbaik kepada pasien-pasien yang membutuhkan. Kami memang sangat terpukul karena kehilangan teman sejawat kami, namun kami harus tetap kuat untuk memberikan pelayanan. Semua pihak harus saling menguatkan, karena kita sama-sama berjuang,” ujarnya.
Menurutnya, tidak ada yang salah dari hasil diagnosa itu, karena semua ada fasenya. Dimana ada diagnosa dan evaluasi, bahkan ada pasien yang hanya 4 hari sudah negatif.
“Jadi ini tidak salah, saya juga sudah sempat konsultasikan dalam grup PCR Indonesia. Dan saya berani mempertanggungjawabkan hasil itu, dimana saudara kami tersebut memang positif Covid-19 saat pemeriksaan,” tegasnya.
Dirinya juga menyebutkan, pihaknya sangat berutang budi dengan beliau, karena mungkin tanpa beliau kita tidak akan punya ruang isolasi.
“Beliau sangat gigih memperjuangkan hal tersebut, dan juga atas kerjasama pemerintah pusat, pemda, rumah sakit serta dinas terkait,” demikiannya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post