SAMPIT – Masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) pernah dihebohkan oleh pernyataan Bupati Kotim Supian Hadi, pada waktu yang disampaikannya melalui beberapa media cetak dan online terhadap kegusarannya kepada kepala dinas (Kadis) yang telah diketahui tidak netral.
Bahkan Supian Hadi menyebutkan memiliki cukup barang bukti terhadap ketelibatan kadis yang terlibat politik praktis disalah satu pasangan calon (Paslon) yang menjadi kontestan dalam Pilkada Kotim 2020.
Terhadap kejadian tersebut bupati Kotim Supian Hadi mengatakan akan menindak tegas segera yaitu menon job kan terhadap kapala dinas yang terlibat politik praktis tersebut, bahkan bupati mempersilahkan kepada yang bersangkutan melakukan gugatan atau upaya hukum terhadap kepurusannya tersebut melalui PTUN.
Namun banyak orang meragukan sikap bupati Kotim tersebut, karena seiring dengan waktu kasus tersebut jadi misteri, timbul penilaian dari publik beragam, ada yang menilai bupati kotim tidak berani bertindak tegas alias takut karena katanya ibarat pepatah guru kencing berdiri murid kecing berlari.
Ada pula yang menilai bahwa itu mungkin trik politik bupati kotim menutupi keterlibatannya dalam poltik praktis dan/atau ketidak netralannya dalam pilkada Kotim 2020, sehingga dilakukan sikap atau sekanario seperti itu biar terlihat tegas dan netral.
Pengamat Politik dan Sosial M Gumarang mengatakan, bahkan ada pula yang menganggap mungkin itu adalah kebiasaan dan kemapuan memimpin dengan gaya kepemimpinan gertak sambal agar bawahan loyal dan takut terhadap kepemimpinannya.
“Terlepas apapun terhadap presepsi masyarakat Kotim terhadap kasus 2 kapala dinas yang mau di non job kan oleh bupati kotim, karena tersangkut politik praktis dalam pilkada kotim 2020, nampak bupati kotim sudah mulai lupa atau melupakan kasus tersebut,” bebernya, Minggu 29 November 2020.
Dirinya juga menyebutkan, masyarakatpun nampak hanyut terbawa dengan persoalannya masing-masing yang sedang melandanya terutama persoalan pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi yang semakin mengancam masyarakat.
“Maka yang menjadi persoalan adalah kasus tersebut tidak boleh dilupakan dan seharus ditindak sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku karena hal tersebut merupakan pelanggaran dan siapapun orangnya baik ASN maupun bupati itu sendiri kalau ada pelanggaran harus ditindak,” tegasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post