SAMPIT – Pemakaman jenazah pasien positif Covid-19 di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali dilakukan kemarin, Kamis 12 November 2020. Namun kali ini sedikit berbeda, dimana pemakaman dilakukan di Mentaya Seberang dan petugas medis beserta keluarga harus menyebrangi sungai untuk melakukan pemakaman.
Penjemputan jenazah di rumah sakit umum daerah dr Murjani Sampit dilakukan sekitar jam 11.00 WIB, dimana semua petugas diharuskan memakai alat perlindungan diri (APD) lengkap. Baik petugas yang membawa jenazah maupun sopir ambulance.
Salah seorang petugas yang tergabung dalam Tim Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Kotim bagian lapangan yakni Nugroho Kuncoro Yudho mengatakan, pihaknya saat itu telah menyiapkan APD lengkap untuk yang turun kelapangan melakukan pemakaman.
Dikatakannya, meski matahari menyengat para petugas tetap semangat melakukan tugasnya. Terlebih lagi saat menggunakan APD lengkap, peluh bercucuran tidak mengurangi sedikitpun semangat mereka.
“Didalam ruangan saja menggunakan APD lengkap itu sudah panas, apalagi saat diluar ruangan dan dibawah matahari langsung. Siang itu jam 11.00 WIB saat panas-panasnya cuaca, maka menggunakan APD lengkap akan lebih panas lagi dari biasanya,” ungkapnya, Jumat 13 November 2020.
Siang itu, dibawah matahari yang terik. Para petugas sempat membuka sekali APD bagian kepala, untuk sekedar meneguk air segar. Pasalnya, karena pemakaman belum siap sepenuhnya mereka harus menunggu sekitar 30 menit lebih untuk menyebrang membawa jenazah.
“Saat itu kawan-kawan sempat kepanasan karena menunggu dan diberi minum alhamdulillah semua segar lagi dan semangat semuanya,” ujarnya.
Hingga akhirnya petugas menyebrang dan melakukan pemakaman sekitar jam 12.00 WIB. Pemakaman dilangsungkan dengn hikmat, nampak keluarga korban terlihat tabah dan kuat melihat mediang dimakamkan dengan protokol kesehatan Covid-19.
Diketahui, saat itu ada sekitar 15 orang dari Satgas yang melakukan pemakaman di Mentaya Sebrang. Penggunaan APD lengkap tentu terasa berat namun harus dilakukan, agar jangan sampai ada petugas yang tertular.
Karena saat ini virus Corona belum bisa dipastikan apakah masih bisa hidup dan menular saat pasien sudah meninggal dunia. Meski sudah ada penelitian yang menyatakan virus akan ikut mati, namun peneliti lainnya masih belum bisa memastikan. Sehingga para petugas tetap harus waspada.
“Satgas memang tugasnya mendampingi. Perasaan tunduk dengan peerintah sesuai yang di amanahkan. Yang menguburkan ada pihak keluarga dan kawannya dan dari tim Satgas juga,” ujarnya.
Nugroho berharap apa yang sudah pihaknya lakukan ini juga dapat dicontoh oleh masyarakat, agar mentaati protokol kesehatan terutama saat beraktivitas diluar rumah, jika menyentuh barang cuci tangan jika barang tidak diyakini netral.
“Jika ada pasien Covid-19 yang meninggal jangan di diskriminasi keluarganya, siapapun orangnya tidak ada yang mau sakit. Justru harus dibantu agar mau berobat dan putus mata rantainya. Karena diskriminasi, makanya banyak yang tidak mau melapor,” ungkapnya.
Bahkan dirinya juga menyebutkan, pernah ada salah satu pengelola Fardu kifayah yang menolak pemakaman jenazah Covid-19. Namun setelah melalui negosisasi panjang, akhirnya pemakaman bisa dilakukan.
“Kami berharap pengelola fardu kifayah jika ada warga meninggal diterima. Karena tim yang menguburkan juga dibekali APD lengkap jadi jangan takut,” sebutnya. Lanjut Nugroho, meski menggunakan APD lengkap menbuat panas dirinya mengatakan para petugas tidak takut. Karena hal itu melindungi diri.
Menurutnya, bekerja itu haruslah ikhlas agar semua yang dikerjakan terasa mudah dan penuh tanggung jawab. Saat selesai pemakaman, petugas yang memakamkan di semprot menggunakan disinfektan kemudian APD nya dilepas dan langsung di bungkus. Setelah itu petugas kembali di semprot disinfektan. Kemudian dianjurkan langsung mandi.
“APD yang sudah dipakai tadi akan kita kumpulkan dan dibuang di tempat pembuangan sampah medis di islamic center,” tutupnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post