SAMPIT – Dari aksi yang ingin disampaikan Aliansi Mahasiswa Kotawaringin Timur (Kotim) yang bergabung dalam Seruan Aksi Evaluasi 74 tahun Polri di Sampit, ada beberaa poin penting yang dingin disampaikan:
Fakta Dilapangan:
1. Tebang pilih dalam pembemntasan penjualan miras Golongan B dan C tidak sesuai dengan PERDA Nomor 3 Bupati Kotim tentang pengawasan minuman bemlkohol di Kotim yang menyebutkan aturan perizinan penjualan minuman beralkohol. Dimana di Kotim hanya satu tempat yang diberikan izin menjual miras, sedangkan tempat lainnya tidak. Namun faktanya masih banyak cafe dan bar yang menjajakan miras tanpa izin dari Pemda Kotim dan tidak di raziu atau diamankan.
2. Pengusutan kasus 2 truk Zenith yang di ungkap di Pelabuham Sampit pada 6 Desember 2017 yang dinilai sampai saat ini belum ada kejelasan terkait kepemilikan barang tersebut (Bandar).
3. Kasus sabu yang berhasil ditangkap hanya berhasil menangkap kurir kecil atau bandar kecil saja. Contoh kasus penemuan 2 Kg sabu dan 250 butir ekstasi di dalam jok mmor yang di amakan pada Jumat (26/7) 2019 Jalan Jendral Sudirman Km 12 Kelurahan Pusir Putih. Yang berhasil di amankan hanya kurir pengantar dari Pontianak ke Sampit, sedangkan bandarnya belum ada kejelasan hingga saat ini.
4. YLBHI mencatat, kasus kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian di Indonesia terhadap kebebasan berpendapat dimuka umum setidaknya terdapat 78 kasus pelanggaran dengan korban mencapai 6.128 orang. 51 orang diantaranya meninggal dunia, dan 324 orang dari korban merupakan anak anak. Dari 78 kasus tersebut tercatat 67 kasus dilakukan oleh aparat kepolisian. baik dari level kepolisian sektor (Polsek), Kepolisian Resor (Polres). level daerah (Polda) hingga Mabes Polri yang menjadi aktor pelanggarannya sepanjang tahun 2019.
5. Pembengusan hak atas kebebasan berpendapat dzm berekspresi. Terbukti dari tingginya kasus penyiksaan. YLBHI mencatat pada 2019 terdapat 1.847 korban dari 161 kasus mendapatkan pelanggaran fair trial. Aparal kepolisizm merupakan aktor paling dominan dalam kasus kejahatan pelanggaran fair trial, yakni sekitar 57% pada tahun 2019. Hal ini melangar UU R1 1945. UU 39 Tahun 1999 tentung HAM, UU 12 Tahun 2005 lentang ratipikasi konvensi intemasional hak sipil dan politik. juga UU nomor 5 lahun 1998 lentang ratipikasi konvensi anti penyiksaan. Salah salu kasus yang terjadi di Pemekasan. dimana anggota kepolisian melakukan pemukulan lerhadap salah satu aktivis yang sedang aksi.
Tuntutan:
l. Pengusutan tuntas kasus penyebaran narkoba dan miras.
2. Supremasi hukum di wilayah Kotawaringin Timur tanpa memandang status sosial.
3. Mendesak Kapolres Kotawaringin Timur untuk menjamin kemerdekaan berpendapat dimuka umum. dengan berlandaskan UU Nomor 9 Tahun 1998 (Jan peraturan Kupolri Nomor 9 Tahun 2008.
4. Mendesak Kapolres Kotawaringin Timur dan jajarannya untuk menjaga netralitas dan stabilitas Pilkada 2020.
“Karena Pandemi Covid-19 dan berbagai pertimbangan lainnya, sehingga kaki tidak jadi melakukan aksi dan diganti dengan audiensi. Kami masih menunggu kabar dari pihak Polres Kotim kapan akan dilakukannya kegiatan audiensi tersebut,” terang Rizwanda Imawan selaku kordinator lapangan, Senin 6 Juni 2020.
(ary/matakalteng.com)
Discussion about this post