SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang masyarakat hukum adat Kabupaten Kotim.
“Kami memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjaga, mengelola dan melestarikan hutan. Tapi masyarakat yang mengelola itu harus diakui atau ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat,” kata Asisten II Bidang Administrasi dan SDA Setda Kotim Alang Arianto, Kamis 24 November 2022.
Sehingga nantinya masyarakat memiliki kesempatan untuk melestarikan hutan. Pasalnya masyarakat adat diberikan secara penuh untuk mengelola yang sebelumnya oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK). Selain itu hukum yang berlaku bukan lagi nasional melainkan hukum adat.
Hukum adat ini diakui oleh negara namun harus ditetapkan oleh peraturan daerah. Ketika dibuat peraturannya maka masyarakat adat dan hukum adat lebih kuat dalam implementasi di lapangan.
“Makanya hari ini kami bahas rancangan Raperdanya untuk penetapan masyarakat hukum adat. Hari ini kami minta masukan dari damang, mantir, kades dan kecamatan yang ada di wilayah yang akan dibentuk, sehingga kedepan dapat berjalan dengan baik,” ujar Alang.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim Machmoer menambahkan, DLH Kotim telah menerima 10 usulan calon masyarakat hukum adat dari 3 kecamatan, yaitu Telawang untuk Sebabi, Kenyala, Tanah Putih, Biru Maju, Penyang. Kecamatan Parenggean di Desa Kabuau dan Tehang serta Kecamatan Antang Kalang di Desa Tumbang Sepayang dan Desa Tumbang Gagu.
“Sekarang kami juga melakukan pendampingan pengusulan kelompok MHA pada Desa Tumbang Gagu. Dimana kelompok MHA telah dikukuhkan oleh Kepala Desa Tumbang Gagu, dan telah menyiapkan dokumen pengusulan pengakuan masyarakat hukum adatnya kepada Bupati Kotim. Kami berharap kedepan masyarakat tersebut dapat melestarikan hutan yang ada di wilayahnya, ” tutupnya.
(dev/matakalteng.com)
Discussion about this post