SAMPIT – Beragam keluh kesah dan aspirasi disampaikan oleh ratusan tenaga kontrak (tekon) kepada Pemerintah Daerah, lebih-lebih terkait pelayanan yang tidak bisa dilakukan maksimal karena kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM), hingga tidak adanya lagi biaya untuk meneruskan penghidupan.
Eka Afril, Tenaga Lapangan Pendidikan Non Formal dari Kecamatan Cempaga sembari menangis ia mengatakan, ia menerima keputusan pemerintah pusat untuk penghapusan tekon, namun ia minta diberi waktu hingga batas yang diberikan oleh pemerintah pusat.
“Setidaknya berilah kami penghargaan atas dedikasi kami. Apalagi pada 2015, Kotim mendapatkan penghargaan sebagai daerah penuntasan buta aksara, nah itu adalah dari perjuangan kami di lapangan yang bersusah payah merayu masyarakat untuk bisa ikut pendidikan kesetaraan dan belajar membaca serta menulis,” ujar Eka, Senin 4 Juli 2022.
Sementara itu Aswarawan perwakilan guru di Kota Besi mengatakan, pihaknya meminta harus ada kepastian hari ini. Karena apabila harus mengikuti tes ulang seperti yang dikatakan Bupati Kotim, pihaknya sudah tidak memiliki biaya lagi untuk berangkat ke Kota Sampit.
“Khususnya bagi mereka di daerah pehuluan (pelosok), silahkan hitung berapa biaya mereka datang ke Sampit. Kalau harus tes ulang, habislah sudah gaji kami sebagai tekon, belum tentu juga nanti hasil tesnya dinyatakan lulus,” tegasnya.
Sementara itu Sinta Wati dari SDN 2 Baamang Hilir juga mengatakan, pihaknya sudah dua tahun ini tidak mengangkat trkon lagi lantaran persyaratan dari Dinas Pendidikan mengharuskan guru berpendidikan minimal S1. “Namun faktanya yang lulus tekon kemarin ada yang lulusan SMA,” ujarnya.
Pendidik lainnya Reni dari SDS Rantau Sawang mengatakan, di sekolahnya hanya ada dua tekon dan masing-masing setiap hari harus mengajar tiga kelas. Dan dua-duanya tidak lulus. “Mohon pertimbanhannya untuk melakukan tes ulang, kami tidak ada biaya, kalau tidak datang sudah pasti tidak lulus,”tegasnya.
Kemudian Yepit selaku Perawat di Puskesmas Pembantu Desa Bukit Raya Cempaga Hulu mempertanyakan, apakah nilai evaluasi itu mempengaruhi kinerja pihaknya. “Setahu saya kalau evaluasi itu kinerjanya yang dievaluasi bukan tes tertulis yang menghasilkan nilai itu. Apakah ketika kami melayani warga ke rumah-rumah harus menghafalkan UU dan lainnya. Sedangkan kinerja kami selama ini tidak ada masalah. Kalau mau evaluasi bisa langsung turun ke lapangan melihat langsung kerja kami,” ungkapnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post