SAMPIT – Wisatawan mancanegara ikuti ritual adat Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu yang diselenggarakan oleh Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang digelar di Taman Miniatur Budaya Sampit, Jalan Karang Taruna, Kecamatan MB Ketapang, Selasa 12 November 2019.
Wisatawan tersebut yakni Lena Anamova dan Arbainah Van Den Beller. Keduanya merupakan ibu dan anak yang berwarganegara Belanda. Mereka sengaja datang ke kota Sampit untuk menyaksikan serta mengikuti ritual adat tolak bala ini.
“Ini sangat tradisional dan natural. Kami sangat senang karena telah diperbolehkan menyaksikan bahkan ikut bergabung. Ini pengalaman yang sangat etnik, terimakasih,” kata Lena saat dibincangi awak media.
Lena mengaku jika didalam dirinya masih mengalir darah dari suku Dayak. Sebab ia dilahirkan dari rahim perempuan asli suku Dayak yang berada di Kotim. Dirinya menikah dengan seorang pria asal Ambon yang merupakan keturunan Belanda.
“Ibu saya itu orang Dayak. Neneknya Arbainah ini orang Dayak. Sebelum ke Sampit, kami berkeliling ke daerah hulu untuk mengunjungi kerabat kami. Saya nikah dengan suami saya, setelah itu menetap di Belanda. Karena ibu suami saya orang Belanda,” tutur Lena.
Dikesempatan ini Arbainah berpesan agar budaya tradisional seperti ini terus dilestarikan dan dijaga sehingga tidak tercampur dengan budaya moderen. Kemurnian tersebut dapat menarik wisatawan, baik itu lokal maupun mancanegara seperti dirinya.
“Tolong jaga dan lestarikan budaya adat yang sudah ada. Meski sudah masuk jadi event wisata, jangan sampai dicampur adukan dengan budaya moderen. Biarkan kegiatan ini murni apa adanya,” harap Arbainah.
(shb/matakalteng.com)
Discussion about this post