SAMPIT – Kondisi banjir di Kotawaringin Timur (Kotim) setiap tahunnya semakin besar, bahkan ribuan jiwa terdampak. Anggota DPRD Kotim yakni SP Lumban Gaol meminta pemerintah setempat mempertahankan hutan yang masih tersisa sebagai upaya penanggulangan banjir.
Selain itu kata Gaol, pemerintah juga harus melakukan audit ulang semua perusahaan perkebunan yang ada di Kotim apakah benar-benar sudah melaksanakan UU KLHK terkait garis sempadan sungai, garis sempadan tebing, garis sempadan anak sungai dan lainnya. “Karena saya sangat yakin banyak perusahaan yang mengabaikan ini, karena pernah beberapa kali saya melihat jaraknya tidak sampai 100 meter dari sungai. Padahal berdasarkan aturan harus lebih dari 100 meter jarak dari sungai. Bahkan ada perusahaan yang menutup anak-anak sungai yang sudah ada sejak dulu, padahal itu salah satu solusi agar tidak banjir,” kata Gaol, Selasa 16 November 2021.
Menurutnya, memang ada yang menutup anak sunbai kemudian dialihkan, namun hal itu tidak maksimal lagi. Karena sungai yang berbelok-belok ada fungsinya agar memperlambat arus, kalau diluruskan ditambah lagi hujan dengan intensitas tinggi maka alirannya juga semakin cepat. “Mereka mengalihkan aliran anak sungai pada saat musim kemarau sehingga tidak kelihatan dampaknya, namun pada saat musim hujan ini sangat berdampak,” tegasnya.
Dirinya meminta agar pemerintah tidak lagi memberikan izin baru untuk eksploitasi hutan, hutan yang tersisa ini harus dipertahankan dan dilestarikan. Kalaupun sudah terlanjur diberikan izin ujarnya, kalau bisa dicabut saja dengan alasan untuk mempertahankan keseimbangan alam. “Banjir yang terjadi memang sudah dari dulu, namun pada akhir-akhir ini menurut saya banjirnya tidak normal atau terlalu cepat terjadi. Karena sebentar saja terjadi hujan lebat, air langsung naik dan terjadi banjir besar. Ini akibat berkurangnya hutan untuk menyerap air, sehingga air hujan langsung mengalir ke sungai tanpa ada serapan dari hutan,” ungkap Legislator Partai Demokrat ini.
Tambahnya, normalisasi anak sungai yang dilakukan pemerintah selama ini hanya bersifat sementara, padahal harusnya bersifat permanen yakni disiring dengan batu, karena kalau cuma diberisihkan yang sering disebut pengeringan, itu tidak bertahan lama. Karena akan cepat ditumbuhi rumput-rumput dan akhirnya tersumbat kembali. “Jadi selain mempertahankan hutan yang tersisa, pemerintah juga harus melakukan normalisasi anak sungai yang bersifat permanen. Setidaknya memperlambat terjadinya penyumbatan sungai, sehingga kita dapat meminimalisir terjadinya banjir,” pungkasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post