SAMPIT – Indonesia khsusnya di Kalimantan Tengah memiliki beragam spesies ikan dan juga burung. Pemerintah telah mengatur jenis-jenis satwa langka yang dilindungi dan sudah sulit ditemukan. Salah satunya jenis ikan pipih dan burung beo yang masih sering kita dapati diperjual belikan.
Komandan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit Muriansyah mengatakan, khususnya untuk jenis ikan pipih pihaknya lumayan kesulitan untuk menerapkan perundang-undangannya terlebih di daerah Kabupaten Seruyan yang notabanenya penghasil kerupuk dari ikan pipih.
“Karena aturan ini baru, dulu ikan pipih tidak termasuk ikan yang dilindungi. Jadi kita pelan-pelan saja mensosialisasikannya, karena menyangkut hidup orang banyak. Khususnya di Seruyan banyak yang bepenghasilan dari menjual olahan kerupuk ikan pipih, apalagi kerupuk ikan pipih memang dikenal sebagai ciri khas dari Seruyan dan sering dijadikan oleh-oleh,” kata Muriansyah, Minggu 31 Oktober 2021.
Menurutnya, Dinas Perikananpun hingga saat ini juga sama masih dalam tahap sosialiasi dan belum ada tindakan, secara perlahan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Selain jenis ikan yang dilindungi, dikatakan Muriasyah bahwa pada jenis burung juga ada penambahan jenis yang dilindungi salah satunya burung beo atau juga dikenal dengan sebutan burung tiung yang bisa bicara.
“Jenis burung ini baru masuk dalam daftar dilindungi. Jadi, saat ini kami masih tahap sosialisasi juga kepada penjual-penjual burung khususnya di daerah Sampit, Kotawaringin Timur (Kotim). Dan kepada masyarakat kami minta agar jangan menerima jika ada yang menawarkan burung beo/tiung. Karena sudah masuk dalam daftar yang dilindungi,” tegasnya.
Menurutnya, penjual burung beo ini biasanya musiman atau hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seperti pada saat puncak musim kemarau, karena burung jenis ini akan mulai berimigrasi pada saat itu.
“Biasanya penjual burung yang di Jalan HM Arsyad, burung-burungnya berasal dari Kabupaten Seruyan bagian Hilir, khususnya daerah Kuala Pembuang dan Telaga Pulang. Kalau penjual di Sampit rata-rata sudah tahu kalau beo saat ini sudah termasuk jenis yang dilindungi UU, sehingga tidak berani lagi menjualnya,” ungkapnya.
Agar UU ini bisa diterapkan maksimal, pihaknya sudah mendatangi sejumlah pedagang burung yang ada di Kota Sampit untuk mensosialisasikan aturan tersebut. Bahkan pihaknya sempat menerima informasi bahwa ada warga yang menjual burung kelasi yang juga termasuk burung dilindungi, namun setelah di lokasi pihaknya tidak menemukan burung tersebut.
“Masih ada lagi jenis burung yang juga baru masuk daftar dilindungi, yaitu burung cucak hijau. Biasanya ini juga banyak dijual di Sampit, namun sementara ini kita belum ada tindakan hanya teguran lisan saja,” jelas Muriansyah.
Diketahui, penambahan jenis-jenis baru yang dilindungi ini dimulai pada September 2018 lalu, yakni berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 106 Tahun 2018 tentang jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi.
“Di tahun 2018 itu sempat terjadi gejolak terkait jenis burung yang dilindungi di Indonesia. Aturan sempat direvisi dua kali karena terjadi demo besar-besaran se Indonesia,” ujarnya.
Hingga akhirnya muncul permen LHK Nomor 20 pada Bulan Juni 2018, kemudian Permen LHK Nomor 92 Bulan Agustus 2018 dan terakhir Permen LHK Nomor 106 Bulan Desember tahun 2018.
“Di Permen yang terakhir, burung beo/tiung, burung cucak hijau, belangkas, ikan pipih termasuk jenis satwa yang dilindungi UU. Meski masih ada beberapa orang orang yang mengeluh, namun banyak juga yang sadar dan maklum serta tidak manjualnya lagi. Terutama jenis burung beo, karena belum ada yang bisa menangkar/ternaknya, bahkan jumlahnya di alam makin sedikit,” pungkasnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post