NANGA BULIK – Pemerintah Desa Penopa, Kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, tidak tinggal diam dengan adanya dugaan perambahan hutan yang dilakukan oleh perusahaan di bawah bendera Union Sampoerna Triputra Persada (USTP) Group.
Pemerintah Desa Penopa membentuk tim investigasi yang beranggotakan 11 orang, sesuai Surat Keputusan Kepala Desa Penopa Nomor : 141/18/PN/Kpts-V/2021 tentang Tim Investigasi dan Penyelesaian Lahan Potensi Desa dengan PT Graha Cakra Mulia (GCM), anak perusahaan USTP Group.
Ketua Tim Sebelas Desa Penopa, Titijon Papeles saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya menggandeng Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) Lamandau untuk melakukan investigasi dugaan perambahan hutan tersebut.
“Kita akan segera ke lapangan. Kami didampingi Batamad dan berkoordinasi dengan tim investigasi dari Pemerintah Kabupaten Lamandau,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Titijon menjelaskan, sebenarnya masih banyak hak-hak masyarakat yang belum dipenuhi oleh USTP Group tersebut. Mulai dari CSR, Plasma hingga pemenuhan persentase tenaga kerja lokal.
“Kalau disampaikan ya masih banyak, mereka (perusahaan) lalai terhadap kewajibannya. Tapi, kita fokus dulu ke dugaan perambahan hutan ini,” ujarnya.
Sementara itu, Komandan Brigade Batamad Lamandau, Dedi Linando menyayangkan sikap perusahaan yang tak peduli dengan masyarakat sekitar. Terlebih lagi Desa Penopa merupakan daerah ring satu PT GCM USTP Group.
“Tentunya kami menerima permintaan pendampingan tersebut. Apalagi, ini menyangkut hak-hak masyarakat,” ujarnya, Rabu, 9 Juni 2021.
Dedi memastikan organisasinya akan terus berjuang membela kepentingan masyarakat. “Penopa merupakan desa lokal yang sebagian besar masyarakatnya memegang teguh adat istiadat dayak. Kami akan mendampingi turun ke lapangan untuk menulusuri faktanya. Jika memang itu merambah, tentu ada hukuman adatnya bagi perusahaan,” sebutnya.
Sebelumnya Kades Penopa, Mudelin pernah mengatakan bahwa pada hakikatnya Pemdes Penopa sangat mendukung upaya penelusuran dugaan perambahan hutan tersebut.
“Tentu kami mendukung. Kami pun siap untuk mendampingi tim investigasi dari Pemerintah Kabupaten Lamandau jika dibutuhkan,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, di Peta Lampiran Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 6025/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017, terdapat lokasi operasi dua perusahaan. Kedua perusahaan itu yakni Sumber Mahardhika Graha (SMG) dan Graha Cakra Mulya (GCM). Lokasi kedua perusahaan tersebut terdapat lahan berstatus kawasan hutan. Lokasi PT GCM, terdapat kawasan hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK). Sedangkan di lokasi PT SMG, terdapat kawasan hutan produksi tetap (HP) dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK).
Rinciannya, di lokasi PT GCM terdapat HPT seluas 139,38 hektare, HP seluas 12,53 hektare dan HPK seluas 640,11 hektare. Artinya luas kawasan hutan yang diduga dirambah PT GCM USTP Group seluas 792,02 hektare.
Sedangkan di lokasi PT SMG terdapat HP seluas 10,71 hektare dan HPK 763,67 hektare. Artinya luas kawasan hutan yang diduga dirambah PT SMG USTP Group seluas 774,38 hektare.
Selain diduga merambah hutan, kedua perusahaan dibawah bendera USTP Group ini pun belum merealisasikan aturan 20 persen plasma dari luas hak guna usaha (HGU). Jika dihitung berdasarkan data peta tersebut, minimal luasan plasma yang harus disediakan oleh USTP Group ini 6.449,6 hektare dalam HGU.
Hingga berita ini diterbitkan, Humas perusahaan belum ada yang bersedia memberi keterangan resmi.
(btg/matakalteng.com)
Discussion about this post