SAMPIT – Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur (Kotim) Diana mengatakan, pemerintah daerah menganggap permasalahan antara warga Desa Rubung Buyung, Kecamatan Cempaga dengan PT Borneo Sawit Perdana (BSP) sudah selesai sejak adanya kesepakatan bersama pada tahun 2016 lalu antara masyarakat dan perusahaan.
“Peraturan memang mengatakan wajib 20 persen bagi perusahaan untuk memberikan kepada masyarakat di dalam SK Hak Guna Usaha (HGU) nya, namun ada peraturan lain yang bertentangan. Perda itu masih berlaku, namun kalau kita pelajari ada beberapa pasal di dalam Perda itu yang bertentangan,” ujarnya Diana, Kamis 3 Juni 2021.
Dijelaskannya, PT BSP ini mendapat izin lokasi dari pemerintah pada tahun 2010, keluar HGU pada tahun 2014 namun ada perubahan di 2014 masalah perizinannya.
“Data dari pemerintah daerah berdasarkan kesepakatan 2016 yaitu antara perusahaan dengan 9 desa yang ada di Kecamatan Cempaga untuk 20 persen ini. Dan RDP 2019 memang sudah ada lagi untuk menanyakan 20 persen itu. Sehingga pemerintah menganggap ini sudah clear karena sudah ada hitam di atas putih antara masyarakat dan perusahaan waktu itu,” tegasnya.
Keterlambatan realisasi itu ujar Diana, karena 9 desa ini berkeinginan luas daerah itu menjadi kas desa. Namun pemerintah tidak bisa menerbitkan SK CPCL (calon petani dan calon lahan) jika dalam 200 hektare masing-masing desa itu sudah jelas ada calon petaninya.
“Jadi itu yang ditunggu pemerintah sampai saat ini. Tindak lanjutnya ada di kepala desa dan koperasinya, bukan di pemerintahnya. Karena kami tinggal menunggu nama-nama calon petaninya saja lagi,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau mitra dan plasma jelas berbeda. Kalau mitra berapapun luasnya boleh dan harus di luar areal HGU perusahaan untuk bekerjasama dengan masyarakat. Sedangkan untuk plasma memang harus di dalam HGU. “Itu perlu dipahami agar tidak ada kekeliruan,” tutupnya.
(dia/matakalteng.com)
Discussion about this post