PALANGKA RAYA – Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Vent Christway, ST mengatakan, program Food Estate yang ada di Kalteng dibagi menjadi 2 program yaitu FE di Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) dan Kapuas, dan Food Estate di Kabupaten Gunung Mas (Gumas).
Vent menyebutkan program Food Estate di Kabupaten Pulpis dan Kapuas, terkait dengan jaringan irigasi yang diprakarsai oleh Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV Direktorat Sumber Daya Air Kementerian PUPR yang berlokasi di Kabupaten Kapuas dan Pulpis.
Dia juga menyebutkan Kegiatan ini sudah mendapatkan persetujuan Kelayakan Lingkungan Hidup (KLH) berdasarkan Surat Keputusan dari Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Kalteng Nomor: 570/4LHSKK/IIPTMPTSP/2021 pada tanggal 8 Februari 2021.
“Area seluas 164.826 hektar yang dikembangkan tersebut masuk ke dalam area hutan alam primer dan lahan gambut, berdasarkan hasil overlay terhadap Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik lndonesia (RI) Nomor SK.851/MENLHKPKTL/IPSDH/PLA.1/2/2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020),” ujar Vent, Rabu 28 April 2021.
Vent juga menambahkan, berdasarkan kajian lingkungan yang dilakukan oleh tim ahli/pakar, timdu, dan masukan dari berbagai pihak, baik dari dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat dan dokumen lingkungan (Amdal) serta data lapangan, di beberapa lokasi rencana Food Estate yang terdapat indikasi gambut (fungsi lindung) dengan ketebalan ≥3 meter serta hutan alam primer (mangrove) direkomendasikan agar tidak dimanfaatkan untuk Kawasan Food Estate.
Sementara itu untuk pelaksanaan Food Estate di Kabupaten Gumas dengan komoditas singkong, berada dibawah tanggung jawab Kementerian Pertahanan RI. Ia juga menambahkan bahwa untuk kawasan tersebut masih dalam proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan sudah sampai pada tahapan konsultasi publik.
“Berdasarkan Permen KLHK P 24 Tahun 2020, pemprakarsa memang diwajibkan untuk menyusun KLHS dan jika disetujui dalam pelaksanaannya, tindak lanjutnya adalah mereka hanya menyusun dokumen UKL-UPL. UKL-UPL adalah upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan,” terangnya.
Perlu diketahui, berdasarkan lnstruksi Presiden Rl Nomor 5 tahun 2019 Tentang Penghentian Pemberian lzin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sebagaimana tertuang pada DIKTUM kedua, bahwa penghentian pemberian izin baru bagi pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut, dapat dikecualikan untuk pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu panas bumi, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk program kedaulatan pangan nasional antara lain padi, tebu, jagung, sagu, kedelai, dan singkong.
Dengan demikian kegiatan ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, namun tetap harus diperhatikan sistem pengelolaannya terutama untuk gambut dalam ataupun kubah gambut serta hutan alam primer yang berupa hutan mangrove.
(vi/matakalteng.com)
Discussion about this post