PALANGKA RAYA – Berdasarkan data pada tahun 2022 lalu, kasus KDRT di Kalimantan Tengah (Kalteng) menempati urutan kedua setelah Kalimantan Selatan (Kalsel). KDRT kerap terjadi terhadap perempuan dan anak yang berada di wilayah pelosok atau pedesaan.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih banyak terjadi di wilayah pelosok, karena minimnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan insiden kekerasan itu. Harapan kita masyarakat bisa lebih meningkatkan partisipasi,” kata Anggota Komisi III DPRD Kalteng Duwel Rawing, Sabtu 11 Maret 2023.
Ia menambahkan, sejumlah faktor yang berdampak pada minimnya laporan insiden KDRT di pelosok, salah satunya yaitu ketergantungan hidup kaum perempuan terhadap suami. Di mana pelaporan terhadap insiden KDRT akan berefek domino pada perekonomian.
“Faktanya kaum perempuan di pelosok menggantungkan hidup kepada suami. Karena suamilah yang bertugas untuk menafkahi keluarga dan kita tahu sendiri bagaimana kehidupan masyarakat di desa,” tuturnya.
Oleh karena itu, peran dari pemerintah untuk menggencarkan sosialisasi terkait sanksi hukum KDRT maupun tugas dan kewajiban suami istri saat membina rumah tangga, agar insiden KDRT dapat ditekan semaksimal mungkin.
“Apalagi yang namanya di wilayah pedesaan angka pernikahan dini juga tergolong tinggi,” bebernya.
Di Kalteng sendiri terdapat beberapa UPT yang menangani insiden KDRT dan memfasilitasi laporan masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat untuk melaporkan insiden kekerasan sangat diharapkan oleh pemerintah.
UPT tersebut bertujuan untuk memberikan pembinaan secara kekeluargaan baik terhadap korban maupun pelaku. Jadi tidak serta merta langsung ditangkap dan diberi sanksi hukum, karena ada proses dan mekanisme yang harus dijalankan.
“Jadi bagi masyarakat terutama para korban jangan ragu untuk melaporkan apabila terjadi insiden KDRT, karena di Kalteng ada beberala UPT yang secara khusus menangani itu dan memfasilitasi laporan masyarakat,” pungkasnya.
(vi/matakalteng.com)
Discussion about this post